Minggu, Juli 19, 2009

Referensi buat wisata kuliner di jakarta (2)

Kuliner Dunia ala Kaki Lima

SABTU, 11 JULI 2009 | 10:24 WIB

Oleh: M Clara W, Pascal S Bin Saju, dan Neli triana

BUDAYA jajan alias makan di luar bagi warga Jakarta sudah mendarah daging. Biar kantong tidak jebol, tetapi hobi tersalur dan tetap kenyang, warung-warung kaki lima adalah solusinya. Apalagi, restoran kelas emperan itu kini menyajikan beragam masakan internasional dengan harga ”ramah”.

Bicara soal kuliner dunia, imajinasi langsung berkembang dan terpaparlah pizza dan spaghetti ala Italia, tak lupalasagna dan fetucini. Empuknya daging steak membuat ngilerketika disuguhkan dengan kentang goreng renyah. Yang tidak pernah lekang dimakan zaman tentu saja burger dan hotdog.

Itu saja? Jangan salah, sekarang tren masakan impor tak terbatas pada makanan dari Eropa. Lidah orang Jakarta makin akrab dengan masakan Jepang, Thailand, Malaysia, juga Korea. Menemukan sumber sajian itu tak sulit. Susuri saja jalanan Jakarta, warung-warung tenda dengan koki-koki pribumi yang jago meracik masakan impor mudah ditemukan.

Wisata icip-icip bisa dimulai di Jakarta Pusat, tepatnya di Bubur Ayam Penang di Pejompongan. Membaca tulisan bubur ayam penang yang tertera di kaca gerobak, penikmat kuliner tentu berpikir seperti apa rasa bubur ayam Malaysia ini.

Di semangkuk bubur ayam penang seharga Rp 10.000 terdapat tongcai, seledri, bawang goreng, cakwe, dan kerupuk. Yang membuatnya berbeda dari bubur ayam biasanya adalah ada sentuhan kecap asin rasa ikan dan daun ketumbar. Kecap asin rasa ikan menunjukkan kekhasan masakan melayu. Daun ketumbar mengingatkan kita akan masakan Thailand. Sedap nian!

Bubur ayam penang memberikan tambahan kejutan berupa kerupuk pangsit, yang membuat bubur ini terlihat lebih ramai. Yang cukup membuat mata melek adalah sambal kacangnya… uiiihh… pedas dan tajam. Jika Anda bukan penggemar makanan pedas, sebaiknya hindari pemakaian sambal ini.

Menurut Adi, karyawan Bubur Ayam Penang, walaupun bubur ayam ini baru beroperasi sekitar tiga bulan lalu, peminatnya sudah mulai banyak. ”Yang pernah datang, sudah kembali datang lagi. Berarti mereka cocok dengan bubur ayam kami,” kata Adi.

Warung yang beroperasi di pelataran parkir Butik Muslim Mumtaz, Pejompongan, ini buka pukul 17.00-24.00. ”Biasanya yang datang itu anak muda. Mereka makan sore atau malam sekalian. Tetap enak karena buburnya selalu hangat,” kata Adi.

Warung bubur ini hanya menyediakan bubur ayam penang sebagai menu makanan. Sementara untuk minuman, mereka menyediakan teh, kopi, dan jus. Mereka juga menyediakan teh tarik Thai (Thailand, bukan ala Malaysia).

Selain bubur ayam, santapan yang juga banyak dikunjungi konsumen, khususnya di malam hari, adalah Steak Joni di kawasan Krekot, Pasar Baru, masih di Jakarta Pusat. Semula Steak Joni hanya berupa kaki lima. Namun, karena pengunjungnya cukup banyak, terutama pada malam Minggu, warung Steak Joni pun diperbesar. Bahkan, telah dibuka cabang Steak Joni yang letaknya tepat di seberang warung Steak Joni yang sudah ada.

Menu yang disajikan tidak kalah dengan restoran steak. Ada tenderloin, sirloin, baik yang impor maupun lokal. Harganya cukup bersaing. Untuk yang impor sekitar Rp 40.000, sedangkan yang lokal sekitar Rp 27.000. Selain steak, juga disajikan spaghetti bolognise yang di banderol Rp 17.000 untuk porsi yang cukup mengenyangkan.

Spaghetti sumpit

Masih ingin mencoba yang lain? Jakarta Selatan menyediakan segudang warung dengan sajian khasnya, cocok seperti yang diimpikan petualang kuliner. Di Jalan Wijaya 9, dekat SPBU di kawasan Blok M, Warung Pizza Zull langsung mencuri perhatian.

Pizza di warung ini memang lebih kecil ukurannya dibandingkan dengan pizza dari restoran bermerek. Pizza Zull dipotong enam bagian, terdiri atas roti tebal dan empuk. Taburan sosis, daging, dan keju penuh menutupi permukaan roti.

Di sini juga ada yang lucu dan unik, menikmati spaghetti dengan sumpit. Jangan lupa pesan macaroni panggangnya yang meskipun tidak terlalu creamy, tetapi lembut. Semua menu dibanderol pada harga rata-rata Rp 12.500.

Tak jauh dari Warung Pizza Zull, tepatnya di Jalan Panglima Polim Raya, telah menunggu Warung Cak Ruslan, penyaji masakan Jepang dengan nama warung yang sangat Jawa, ”Sopo Ngiro”. Di sini, tersedia menu-menu negeri Sakura, tetapi minus sushi dan tanpa sumpit, cukup pakai sendok garpu saja.

Di Sopo Ngiro, makanan khas Jepang diolah dengan bumbu yang disesuaikan lidah orang Indonesia. Jadi, tidak perlu takut tidak doyan, yang ada justru ingin nambah.

Sama seperti Warung Pizza Zull, Sopo Ngiro Japanese Food juga melayani pesan antar dalam radius kurang dari lima kilometer.

Penikmat masakan Jepang bisa merasakan Yaki mechi (nasi goreng Jepang) dan beef teriyaki yang menjadi menu khas warung tenda dekat Pasar Blok A ini. Bagi penggemar daging ayam, di sini tersedia chicken teriyaki dan chicken yakiniku yang tidak kalah enak dengan makanan cepat saji khas Jepang yang ada di sejumlah mal atau gedung perkantoran. Tempura dan yakiniku bisa menjadi pilihan alternatif bagi yang sedang menjalani program diet.

Dari segi harga dan rasa, warung-warung kaki lima memang tidak kalah dengan restoran. Namun, dari segi kenyamanan, tentu jauh. Selain panas dan harus berdesakan dengan pengunjung lain untuk duduk, pengunjung juga harus menyediakan uang receh untuk pengamen dan pengemis. Jika enggan menyediakan uang receh, konsumen dipersilakan memasang wajah ramah, tetapi tegas untuk menolak mereka.

Apabila pemesanan cukup banyak, beberapa pengunjung harus siap mengalami pesanan yang tak kunjung datang. Akan tetapi, soal harga memang membuat pengunjung merasa nyaman. Di warung Cak Ruslan, misalnya, harga per porsi antara Rp 12.000-Rp 25.000. Minuman, seperti jeruk segar, es teh, dan minuman ringan, hanya Rp 2.000-Rp 10.000.

Ternyata, menjadi petualang kuliner dunia memang tidak perlu modal banyak. Coba saja!

http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/07/11/10242787/kuliner.dunia.ala.kaki.lima

Tidak ada komentar:

Posting Komentar