Oleh: Pascal s bin Saju
AROMA burger segera tercium dari Burger Batok, salah satu warung di pojok belakang deretan warung di Kompleks Waroeng Kampung, Jalan Swadaya, Kalimalang, Jakarta Timur, Jumat (10/7).
Siang itu, warung yang berada tepat di samping Markas Polsek Metro Duren Sawit itu ramai pengunjung. Mereka asyik menikmati sajian utama, yaitu burger batok. Disebut demikian karena memang identik dengan keunikan cara memasak dan penyajiannya. Daging dibakar di dalam batok kelapa, dioles dengan saus barbeque khusus, keju parut dengan mayones lezat berpadu dalam sayuran Indonesia, yaitu kol dan tomat. Semua itu ada dalam setangkup roti lembut dan empuk.
Memang, di tengah banyaknya gerai penjual burger, sebut saja Burger Blenger, Burger Edam, De Jon’s Burger, dan yang lagi ngetren sekarang Burger King, Burger Batok berusaha membuat sesuatu yang berbeda, orisinal, dan kuat rasa lokalnya.
Soal harga jangan ditanya. Pasti terjangkau. Per porsi burger hanya Rp 11.000. Kalau mau tambahan keju, harga per porsi menjadi Rp 12.000.
”Ini burger lokal khas kami, dibuat dengan sengaja untuk mengundang orang muda kembali mencintai dan bangga produk Indonesia,” kata Indriasari, pemilik dan pengelola warung Burger Batok.
Burger dihidangkan sekaligus dengan batoknya. Ini membuat panas burger lebih tahan lama. Selain itu, terhirup pula aroma wangi sangit khas batok yang menempel pada kulit roti. Kenikmatan kental terasa, terutama pada gigitan dagingnya yang diolah sendiri oleh Indriasari, perempuan asal Yogyakarta ini.
Menurut Indriasari, Burger Batok mulai dibuka pada 4 Maret tahun 2008. Usahanya yang baru berjalan dua tahun itu sudah memiliki lima cabang, termasuk di Surabaya dan Bogor. ”Kami juga baru membuka cabang di Plaza Bapindo Sudirman pada 7 Juli lalu,” kata Indriasari.
Sajian yang mengusung tema Barat dipadu dengan cita rasa lokal itu tidak saja pada burger, tetapi ada menu lainnya, seperti Mbah Spageti (spaghetti) dan Pakde Hotdog. Satu lagi produknya diberi nama Bloger, perpaduan antara kebab dan burger. Semua produk itu dijual seharga Rp 8.000 hingga Rp 11.000 per porsi.
Menu-menu yang lain tak kalah kreatif. Ada nasi goreng rakyat, nasi goreng swadaya, yakni nasi goreng zaman dahulu. Semua bahan asli dari dalam negeri dan secara khusus dimasak di wajan panas bercampur sayuran lokal, yakni pete dan kol. Harganya juga relatif murah, berkisar Rp 9.000 per porsi.
Demi mengusung nama Nusantara, burger di warung ini pun dilokalkan sedemikian rupa sehingga dekat dengan bumi Nusantara. Sebagai pelicin tenggorokan, misalnya, bukan minuman bersoda yang disediakan, tetapi teh poci atau kopi.
”Kami ingin mengajak pengunjung untuk mencintai produk lokal,” kata Indriasari.
Di warung ini ada kopi yang lain dari yang lain. Sebutannya cukup seram, Kopi Kuwalat. Penyajiannya pasti membuat tersenyum atau berkerut heran. Pelayan akan menyuguhkan kopi terbalik, di mana bibir gelas menempel di tatakan. Cara meminumnya, ialah dengan sedotan terbalik juga. Sulit membayangkannya? Mungkin lebih baik silakan dilihat dan dicoba sendiri.
Ada juga jenis minuman diberi nama bir pletok, minuman khas Betawi, terbuat dari jahe merah panas. Minum ini takkan mendapatkan rasa panas, tetapi rasa segar dari jahe, gula merah, dan es krim vanila yang bertabur meises cokelat. Lidah ini dibuat bingung dengan paduan kenikmatan jahe dan es krim vanila atau cokelat.
Rasa lokal itu juga muncul dalam interior warung. Sebuah poster besar di bagian depan warung menorehkan ”produk Indonesia”.
Di tembok ada gambar Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong). Ada juga poster bergambar seorang lelaki dan perempuan berpakaian Jawa.
Di belakang kasir, di atas gambar Punakawan, ada kata-kata tercetak besar: "kaloe sampejan tidak poeas makan di sini, silahken tambah sadja, tapi kaloe poeas, silahken pesan oentoek oerang tertjinta". Senyum pun merekah di bibir konsumen. (NEL)
http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/07/11/10115096/burger.batok.berpadu.kopi.kuwalat...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar